Powered By Blogger

Jumat, 03 Oktober 2014

Opini

Sampai Kapan Guru Tidak Lagi Menghukum Peserta Didik?

Pemandangan tentang profil seorang Guru piket yang tampak dengan rotan di tangan sambil menunggu para siswa/i masuk kompleks Sekolah satu-satu dan satu-satu pula mendapat "cambuk" sekali bertahun-tahun telah menjadi gambaran ke peserta didiknya. wajah yang garangpun muncul untuk membuat para siswa/inya sadar bahwa disiplin merupakan kunci kemajuan zaman. Menang tanpa disiplin kita akan tetap berada di ketertinggalan pendidikan di dunia.

Boleh dikatakan bahwa penegakkan disiplin hidup harus menjadi kata kunci untuk penegakkan norma-norma di Sekolah, di manapun di Indonesia ini. Hal ini disebabkan, sila kedua Pancasila mengajarkan akan adanya keberadaban, di mana kata keberadaban sering ditafsirkan dengan kata disiplin/tertib dalam segala hal.

Guru di daerah terpencil atau pedalaman atau Pulau-Pulau terluar, sering memerankan diri sangat berlebihan sebagai penegak disiplin. Buntutnya, para siswa/i yang terlambat, yang lalu mengerjakan tugas, yang membuat gaduh selalu terkena hukuman baik fisik maupun disipliner. Akan tetapi untuk urusan soal ilmu? Wah itu ternyata masih sebegitu jauh, itu masih kurang menjadi perhatian mereka. Karena tampaknya urusan ilmu sering tenggelam dari persoalan norma-norma. Ilmu masih berada pada posisi, sekian persen dari urusan penegakkan norma-norma. Apakah ini menunjukkan bahwa begitu jauhkah kualitas pendidikan di tanah air?

Oleh karena norma-norma menjadi urutan pertama, maka pendidikan karakter terpaksa masuk ke dalam sistem Kurikulum, namun sekali lagi, Indonesia adalah bangsa besar yang kini akan menginjak 70 tahun, tak bisa tidak sebagai guru dan siswa/i, perlahan-lahan mulai menyusun sendiri ilmu untuk Pelajaran, setelah Pusat memberikan rambu-rambu berupa Silabus-nya. Tapi tampaknya kebijaksanaan seperti ini kurang bisa diterima demi pemerataan substansi Kurikulum. Itulah bertahun-tahun, buku-buku harus didrop dari Jakarta ke seluruh Indonesia. Ini demi persatuan dalam pemahaman berilmu sesaui dengan Kurikulum yang terus terup to date. Terbukti, dengan uang di tangan, banyak ilmupun bisa dibeli di toko-toko terdekat baik oleh para siswa/i maupun para gurunya. Dan gurupun tak perlu susah-susah menyusun ilmu-ilmunya.

Itulah sebabnya, guru lebih benyak memfungsikan diri sebagai penegak norma-norma di Sekolahnya. Salah satu skenario kecilyang bisa disimak ialah ketika lonceng tanda masuk dibunyikan, pintu gerbang Sekolahpun ditutup. Para siswa/i mengikuti apel pagi sambil mendenagrkan petuah seorang guru senior. Jam masuk kelas, semua sudah harus berada di kelas, baik para guru maup0un para siswa/i. Selagi guru sedang mengajar, petugas piket guru berpatroli memantau para siswa/i agar semuanya masuk di kelas. Saat-saat seperti itu, para guru piket menemukan banyak siswa/inya yang terlambat datang. Mereka yang terlambatpun mendapat hukuman dari guru piket. Demikianpun dengan para siswa/i yang selalu alpa atau lalai, kurang taat dan tidak disiplin.

Maka terhadap pertanyaan: Sampai kapan Guru tidak lagi menghukum peserta didiknya di sekolah, yah sampai ketika persoalan ketertiban dan kedispilinan sudah menjadi tradisi dan bagian dari hidup semua generasi bangsa Indonesia baik yang sudah hidup, saat ini maupun generasi yang akan datang. Kalau dispilin dan tata tertib sudah menjadi bagian dari kehidupan, maka tentu Guru Indonesia akan berhenti memonitor dan menunggu para  siswa/inya dengan rotan di tangan.

Namun mereka akan menyambut para siswa/inya di kelas dengan pembuktian-pembuktian ilmu yang bukan akan menghantar semua generasi bangsa Indonesia menuju pencapaian kualitas hidup, namun justeru generasi bangsa Indonesia justeru mendasari kehidupannya pada kualitas hidup hari demi hari, di manapun mereka berada, bukan hanya di Sekolah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar